Kementerian Agama (Kemenag) minta semua jemaah haji Indonesia untuk mematuhi peraturan waktu lontar jumrah yang diatur Pemerintah Arab Saudi demi menjaga keamanan, keselamatan, kenyamanan, dan ketertiban dalam rangkaian prosesi ibadah haji.
Jemaah haji diberangkatkan ke Mina untuk selanjutnya menunaikan sepatutnya haji melontar jumrah sesudah mabit di Muzdalifah.
Anggota Media Center Kemenag Widi Dwinanda memperkenalkan, jemaah haji sepatutnya mencontoh ketetapan waktu tersebut dan menghindari waktu-waktu larangan. Penentuan waktu lontar jumrah untuk jemaah haji semua dunia adalah ikhtiar untuk melindungi jemaah agar dapat mengerjakan prosesi ini dengan lancar dan aman.
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) bahkan mixhell.info telah memastikan jadwal lontar jumrah bagi jemaah haji Indonesia.
“Penetapan jadwal ini dalam rangka memberikan perlindungan dan kelancaran pergerakan jemaah haji saat lontar jumrah,” tutur Widi dalam keterangan resmi Kemenag di Jakarta, Minggu (16/7/2024).
Berikut jadwal lontar atau lempar jumrah jemaah haji Indonesia:
1) Tanggal 10 Zulhijah
Pukul 00.00 – 04.30 WAS dan Pukul 10.00 – 00.00 WAS
Pada tanggal ini, jemaah haji Indonesia dilarang lontar pada Pukul 04.30 – 10.00 WAS
2) Tanggal 11 Zulhijah
Pukul 05.00 – 11.00 WAS
Pukul 11.00 – 17.00 WAS
Pukul 17.00 – 00.00 WAS
3) Tanggal 12 Zulhijah
Pukul 00.00 – 05.00 WAS
Pukul 05.00 – 10.30 WAS
Pukul 14.00 – 18.00 WAS, dan
Pukul 18.00 – 00.00 WAS
4) Tanggal 13 Zulhijah
Pukul 00.00 – 05.00 WAS
Pukul 05.00 – 17.00 WAS
Widi mengatakan, sesudah beristirahat cukup di kemah Mina, jemaah melontar jumrah Aqabah dengan tujuh kerikil. Setelahnya, dilanjutkan dengan bercukur atau Tahallul Awal.
“Bagi laki-laki diutamakan mencukur botak, padahal wanita cukup memotong rambutnya sepanjang ruas jari. Setelah tahap ini, jemaah dapat lepas ihram dan dibolehkan memakai pakaian lazim,” katanya.
Undang-undang Lontar Jumrah
Mengutip penjelasan Buku Manasik Haji yang diterbitkan Kemenag, Widi melanjutkan, melontar jumrah adalah melontar batu kerikil ke arah jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah dengan niat mengenai objek jumrah (marma) dan kerikil masuk ke dalam lubang marma. Melontar jumrah dilakukan pada hari Nahar dan hari Tasyrik.
“Undang-undang melontar jumrah adalah sepatutnya. Jika seseorang tak melakukannya dikenakan dam atau fidyah. Bagi jemaah yang berhalangan, melontar jumrah dapat dibadalkan oleh orang lain,” terang ia.
“Melontar jumrah sepatutnya cocok dengan urutan yang benar, adalah mulai jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah. Lontar jumrah dilakukan satu per satu kerikil. Melontar dengan tujuh kerikil sekalian dihitung satu lontaran. Pastikan kerikil mengenai marma dan masuk lubang,” sambung Widi.
Ia menerangkan, jemaah haji yang mengalami uzur syar’i dibolehkan mengakhirkan lontar jumrah. Caranya, jemaah melontar jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah secara sempurna sebagai pengganti lontaran hari pertama.
“Setelah itu, jemaah mengulang kembali lontar jumrah Ula, Wustha dan Aqabah secara berurutan sebagai qadha hari kedua. Bagi jemaah Nafar Tsani, dapat menyelesaikan lontaran hari terakhir,” ungkapnya.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!