Kalau dengar kata “pendidikan”, kebanyakan dari kita pasti langsung mikirnya sekolah, seragam, ujian, dan tugas yang numpuk. Padahal, pendidikan itu luas banget. Nggak semua hal bisa kita pelajari dari buku pelajaran atau guru di kelas. Banyak hal justru datang dari pengalaman, dari kesalahan, dari obrolan santai sama teman, atau bahkan dari scroll TikTok—asal tahu batasnya.

Pendidikan seharusnya jadi proses yang bikin kita makin paham tentang diri sendiri dan dunia, bukan malah bikin stres dan kehilangan arah. Sayangnya, sistem pendidikan formal sering kali masih terlalu kaku, satu arah, dan memaksa semua orang untuk belajar dengan cara yang sama. Padahal, tiap orang itu beda.

Gaya Belajar Itu Personal, Nggak Bisa Disamaratakan

Satu hal yang penting banget tapi sering diabaikan: gaya belajar tiap orang itu beda-beda. Ada yang lebih gampang nangkep informasi kalau sambil dengerin, ada yang harus lihat visual dulu, ada juga yang baru bisa paham kalau langsung praktek.

Berikut ini beberapa gaya belajar yang umum, dan mungkin kamu bisa nemuin kamu masuk yang mana:

  • Visual (Belajar Lewat Penglihatan): Kamu suka catatan yang penuh warna, mind map, infografis, dan video pembelajaran? Berarti kamu kemungkinan besar visual learner.
  • Auditori (Belajar Lewat Pendengaran): Kalau kamu lebih gampang paham pas dengerin penjelasan guru, podcast, atau diskusi, ini cocok buat kamu.
  • Kinestetik (Belajar Lewat Gerak dan Praktek): Kamu lebih suka langsung nyoba atau praktek daripada cuma baca atau dengerin? Selamat, kamu tipe kinestetik.
  • Reading/Writing: Suka baca buku, bikin rangkuman, dan nulis ulang materi biar lebih nyantol? Ini juga termasuk gaya belajar yang efektif buat banyak orang.

Masalahnya, sekolah kita sering banget hanya fokus ke gaya belajar baca-tulis dan mendengarkan ceramah. Jadi, buat kamu yang kinestetik, nggak heran kalau ngerasa “bodoh” padahal sebenarnya cuma beda cara belajar aja.

Kenapa Sistem Pendidikan Formal Sering Terasa Jauh dari Nyata?

Sistem pendidikan di Indonesia (dan banyak negara lain juga) masih berfokus ke nilai, ranking, dan hafalan. Model Ujian Nasional yang dulu sempat jadi momok contohnya. Semua murid dituntut buat menguasai semua pelajaran, tanpa mempertimbangkan minat atau kelebihan mereka masing-masing.

Bayangin aja, kamu jago gambar, tapi malah disuruh ngafalin rumus fisika yang bahkan nggak bakal kamu pakai di masa depan. Bukan berarti pelajaran itu nggak penting, tapi pendekatannya sering kali nggak nyambung sama realita dan kebutuhan kita.

Apalagi di era sekarang, di mana dunia kerja berubah cepat banget. Skill kayak kreativitas, problem solving, komunikasi, dan adaptasi jauh lebih dicari daripada sekadar nilai tinggi. Tapi anehnya, hal-hal kayak gini jarang banget diajarin secara serius di sekolah. Untuk lebih jelasnya, simak berita dan artikel tentang pendidikan di bestmadeorganic.com yang selalu menyajikan artikel terbaru dan terpercaya di 2025.

Pendidikan Alternatif: Dari Kelas Online Sampai Belajar Otodidak

Untungnya, sekarang pilihan belajar makin banyak. Kita nggak harus tergantung 100% ke sekolah formal. Banyak banget platform pendidikan online yang nyediain materi berkualitas dari pengajar top dunia, dan sering kali gratis atau harganya terjangkau.

Beberapa contoh platform belajar yang bisa kamu coba:

  • Kelas online seperti Coursera, Udemy, Ruangguru, Zenius
  • Channel YouTube edukatif kayak Kok Bisa?, Kamu Harus Tahu, TED-Ed Indonesia
  • Podcast edukasi buat kamu yang suka belajar sambil jalan, nyetir, atau rebahan

Bahkan media sosial seperti Instagram dan TikTok sekarang jadi tempat edukasi yang seru. Banyak kreator konten yang ngebahas topik serius dengan cara yang ringan dan relatable. Kamu bisa belajar sejarah, politik, keuangan pribadi, bahkan sains dengan cara yang jauh dari kata membosankan.

Kuncinya adalah: kamu harus aktif cari tahu dan eksplorasi. Jangan tunggu disuapi terus-menerus. Pendidikan terbaik adalah yang kamu kejar sendiri, bukan yang dipaksa orang lain.

Mindset Belajar Seumur Hidup: Nggak Ada Kata Terlambat

Kadang kita mikir, “Aku udah telat belajar hal ini,” atau “Sayang dulu aku nggak ambil jurusan itu.” Tapi kenyataannya, belajar itu nggak punya batas umur.

Mau kamu umur 15, 25, atau 45, selama kamu masih hidup, kamu masih bisa belajar hal baru. Apalagi sekarang banyak perusahaan mulai ngelihat skill dan pengalaman nyata, bukan cuma gelar atau ijazah.

Contohnya? Banyak programmer jago yang nggak lulusan IT. Ada juga content creator sukses yang dulunya kuliah jurusan teknik. Dunia udah berubah, dan kamu bisa ikut berubah juga, asal mau belajar.

Belajar Itu Harusnya Bikin Kamu Tumbuh, Bukan Cuma Lulus

Tujuan utama dari belajar itu seharusnya buat bikin hidup kamu jadi lebih baik—baik secara karier, emosi, kepercayaan diri, maupun relasi dengan orang lain. Tapi kadang karena tekanan dari lingkungan, orang tua, atau masyarakat, kita jadi kehilangan arah.

Kita jadi belajar buat dapet nilai, buat dapet kerja, buat dapet validasi. Padahal, esensinya udah ilang. Nggak heran kalau banyak yang burn out, ngerasa kosong, dan kehilangan motivasi.

Makanya penting banget buat terus ngecek tujuan pribadi kita belajar itu buat apa. Kalau kamu tahu kamu pengen jadi ilustrator, ya fokus belajar hal-hal yang mendukung impian itu. Kalau kamu pengen jadi enterpreneur, kamu bisa mulai belajar manajemen, marketing, dan komunikasi dari sekarang.

Tips Biar Belajar Jadi Lebih Asyik dan Nggak Ngebosenin

  1. Belajar hal yang kamu suka duluan. Semangat belajar akan muncul kalau kamu punya rasa penasaran yang besar.
  2. Bagi waktu belajar dengan baik. Gunakan teknik Pomodoro (belajar 25 menit, istirahat 5 menit), biar otak nggak jenuh.
  3. Gabung komunitas atau forum. Belajar bareng orang lain bisa bikin kamu lebih termotivasi.
  4. Gunakan teknologi yang ada. Gunakan aplikasi catatan digital, flashcard (seperti Anki), atau bahkan AI kayak ChatGPT buat bantu proses belajar.
  5. Jangan takut salah. Salah itu bagian dari proses belajar. Kalau takut salah terus, kamu nggak bakal maju.

Pendidikan Itu Hak, Tapi Juga Tanggung Jawab

Pendidikan itu bukan cuma hak yang harus kamu dapatkan, tapi juga tanggung jawab. Tanggung jawab buat terus belajar, berkembang, dan berkontribusi. Bukan cuma buat diri sendiri, tapi juga buat lingkungan sekitar.

Kamu bisa mulai dari hal kecil: bantu adik belajar, bagikan pengetahuan ke teman, atau bikin konten edukatif. Sekecil apa pun, kalau konsisten, bisa punya dampak besar.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *