Sejak diberlakukannya Cybercrime Act di Nigeria pada tahun 2015, gelombang penolakan terus TRISULA88 menguat dari berbagai kalangan masyarakat sipil, aktivis, hingga organisasi internasional. Undang-undang yang awalnya dimaksudkan untuk memerangi kejahatan siber seperti peretasan, penipuan identitas, dan penipuan daring, kini dinilai telah melenceng dari tujuan utamanya. Banyak pihak menilai, implementasi Cybercrime Act justru menjadi alat untuk membungkam kebebasan berekspresi dan menekan kritik terhadap pemerintah23.

Protes besar-besaran baru-baru ini terjadi di Osogbo, negara bagian Osun, di mana ratusan pemuda yang tergabung dalam gerakan #Take-It-Back turun ke jalan. Mereka menuntut pencabutan Cybercrime Act karena dianggap mengancam kebebasan berbicara. Koordinator aksi, Lijofi Victor, menegaskan bahwa banyak orang telah dipenjara hanya karena menyuarakan pendapat mereka secara terbuka, dan hal ini bertentangan dengan prinsip demokrasi yang sehat1.

Kritik dari Organisasi HAM dan Media

Penolakan terhadap Cybercrime Act juga datang dari organisasi internasional seperti Amnesty International. Dalam pernyataannya, Amnesty International menyebut undang-undang ini sebagai salah satu instrumen paling represif yang sering digunakan untuk membungkam kebebasan berekspresi dan mencegah akuntabilitas. Amnesty menyoroti kasus penahanan Dele Farotimi, seorang pengacara HAM yang ditahan berdasarkan undang-undang ini, sebagai contoh nyata penyalahgunaan hukum untuk menekan suara kritis2.

Media dan jurnalis menjadi salah satu kelompok yang paling rentan terhadap penerapan Cybercrime Act. Banyak jurnalis yang ditangkap dan diadili karena laporan-laporan kritis yang mereka publikasikan secara daring. Kasus Agba Jalingo, seorang jurnalis investigasi yang dipenjara selama 174 hari karena tuduhan berdasarkan Cybercrime Act, menjadi sorotan internasional. Pengadilan ECOWAS bahkan memutuskan bahwa hukum ini melanggar Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Rakyat, dan memerintahkan pemerintah Nigeria untuk mengamandemen undang-undang tersebut5.

Penyalahgunaan Pasal dan Dampak terhadap Kebebasan Digital

Salah satu pasal yang paling kontroversial adalah Pasal 24(b), yang memberikan ancaman pidana hingga tiga tahun penjara atau denda besar bagi siapa saja yang mengirim pesan daring yang dianggap “mengganggu, menghina, atau menyebabkan kecemasan”. Pasal ini dianggap sangat elastis dan mudah disalahgunakan oleh aparat untuk menjerat aktivis, jurnalis, maupun warga biasa yang mengkritik pemerintah3.

Alih-alih menjadi pelindung keamanan digital, Cybercrime Act justru menciptakan iklim ketakutan di ruang digital Nigeria. Banyak warga menjadi enggan menyuarakan pendapat atau melakukan advokasi daring karena khawatir akan dijerat hukum ini. Kondisi ini dinilai sebagai kemunduran besar bagi demokrasi dan kebebasan digital di Nigeria234.

Tuntutan Revisi dan Perlindungan Hak Digital

Berbagai pihak, mulai dari organisasi media, pegiat HAM, hingga masyarakat sipil, mendesak pemerintah Nigeria untuk segera merevisi atau bahkan mencabut Cybercrime Act. Mereka menuntut agar undang-undang yang mengatur kejahatan siber benar-benar difokuskan untuk melindungi masyarakat dari kejahatan digital, bukan untuk membungkam kritik atau membatasi kebebasan berbicara14.

Pengalaman Nigeria menjadi pelajaran penting bagi banyak negara berkembang lainnya, bahwa regulasi digital harus seimbang antara perlindungan terhadap kejahatan siber dan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Tanpa perlindungan kebebasan berekspresi, demokrasi digital akan sulit berkembang dan masyarakat akan kehilangan salah satu hak dasarnya di era informasi.

Kesimpulan

Penolakan terhadap Cybercrime Act di Nigeria menunjukkan pentingnya perlindungan kebebasan digital dalam masyarakat modern. Regulasi yang awalnya bertujuan baik bisa menjadi alat represi jika tidak diawasi dan dikritisi secara terbuka. Suara-suara aktivis, jurnalis, dan masyarakat sipil menjadi penyeimbang agar kebijakan digital tidak melanggar hak asasi manusia dan prinsip demokrasi.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *